Jurnalis Publik Dan Pojok Desa.
Figurasi dan Konfigurasi Citra Abstrak dalam Psikologi Kontemporer
Kamis, 24 Juli 2025 10:09 WIB
***
Oleh : Ahmad Wansa Al-faiz.
Esai ini mengeksplorasi dinamika figurasi dan konfigurasi citra abstrak dalam kerangka psikologi kontemporer, dengan fokus pada mekanisme kesadaran sebagai apparatus interpretatif yang mengkonstruksi realitas melalui proses tafsir. Melalui analisis fenomenologis-eksistensial dan psikoanalitik, penelitian ini mengungkap bagaimana citra abstrak beroperasi dalam domain liminal antara realitas objektif dan konstruksi subjektif, serta implikasinya terhadap pemahaman tentang cinta, mimpi, dan kesadaran dalam konteks psikologi kontemporer.
Dalam lanskap psikologi kontemporer, pertanyaan fundamental tentang ontologi pengalaman subjektif dan konstruksi realitas melalui apparatus kesadaran telah menjadi fokus sentral yang menuntut rekonceptualisasi radikal terhadap pemahaman tradisional tentang objektivitas dan subjektivitas. Figurasi dan konfigurasi citra abstrak, sebagai manifestasi dari proses interpretasi yang kompleks, menawarkan perspektif baru dalam memahami bagaimana subjek mengorganisasi dan memaknai pengalamannya dalam dunia yang terus berubah (Sartre, 1943; Deleuze & Guattari, 1980).
Eksistensialisme dan Filosofi Diferensi
Dalam konteks eksistensialis Sartrean, kesadaran dipahami sebagai être-pour-soi (being-for-itself) yang secara fundamental berbeda dari être-en-soi (being-in-itself) objek-objek material. Kesadaran, dalam pengertian ini, tidak memiliki esensi yang tetap, melainkan selalu berada dalam proses menjadi melalui tindakan interpretasi dan proyeksi makna (Sartre, 1943). Perspektif ini menunjukkan bahwa citra abstrak bukanlah representasi pasif dari realitas eksternal, melainkan konstruksi aktif yang diciptakan melalui proses intensional kesadaran.
Sementara itu, filosofi diferensi Deleuzian menawarkan kerangka yang lebih kompleks dalam memahami bagaimana citra abstrak beroperasi sebagai assemblage atau rangkaian yang menciptakan bidang imanensi baru. Dalam konsepsi Deleuze, realitas tidak dipahami sebagai struktur yang stabil, melainkan sebagai aliran intensitas yang terus berubah, di mana subjek dan objek terbentuk dalam proses becoming yang dinamis (Deleuze, 1968; Deleuze & Guattari, 1980). Hal ini mengimplikasikan bahwa figurasi citra abstrak merupakan manifestasi dari kekuatan virtual yang mengaktualisasikan diri dalam berbagai konfigurasi temporal.
Mimpi sebagai Model Interpretasi
Analisis Freudian terhadap mimpi dalam "Die Traumdeutung" (1900) menyediakan model teoretis yang relevan untuk memahami bagaimana kesadaran beroperasi dalam mengkonstruksi citra abstrak. Freud menjelaskan bahwa mimpi berfungsi sebagai manifestasi dari alam bawah sadar yang mengelola struktur realitas melalui mekanisme kondensasi (Verdichtung) dan perpindahan (Verschiebung). Dalam konteks ini, mimpi dapat dipahami sebagai "abstraksi kontrol" yang berfungsi dalam keseimbangan energi libidinal atau ego.
Fenomena mimpi mengungkap paradoks fundamental dalam konstruksi realitas subjektif: meskipun mimpi tampak menciptakan sesuatu yang baru dan imajinatif, seperti "gajah berwarna pink", konstruksi tersebut tetap terikat pada arsip pengalaman empiris sebelumnya. Gajah pink, dalam analisis ini, bukanlah creatio ex nihilo, melainkan rekombinasi dari elemen-elemen yang sudah pernah diobservasi dan diinternalisasi dalam struktur psikis (Freud, 1900). Hal ini menunjukkan bahwa bahkan dalam kebebasan bermimpi yang paling radikal, subjek tetap terperangkap dalam ekonomi representasi yang sudah ada.
Cinta sebagai Konstruksi Interpretatif
Dalam konteks psikologi kontemporer, cinta tidak dapat dipahami sebagai entitas substansial yang memiliki esensi tetap, melainkan sebagai konstruksi interpretatif yang "ada karena ditafsirkan ada". Analisis fenomenologis terhadap pengalaman cinta mengungkap bahwa apa yang secara konvensional dianggap sebagai manifestasi cinta murni—seperti ciuman seorang ibu kepada anaknya—dapat dibaca ulang melalui berbagai lapisan motif yang kompleks: pelestarian identitas keibuan, strategi disciplinary power, atau ekonomi libidinal yang tersembunyi (Foucault, 1975; Lacan, 1966).
Konstruksi cinta sebagai citra abstrak menunjukkan bagaimana subjektivitas dan sentimentalitas dalam relasi interpersonal dapat mentransformasi konsep keberadaan itu sendiri. Frasa puitis "tidak ada lagi yang ada, yang ada hanya engkau dan aku" mencerminkan bagaimana kesadaran-untuk-diri dalam pengalaman cinta menciptakan dunia yang tereduksi menjadi relasi intersubjektif yang murni, di mana keberadaan tidak lagi dipahami sebagai keberadaan-dalam-diri yang objektif, melainkan sebagai keberadaan-untuk-yang-lain yang penuh makna.
Distinsi Ilusi dan Imajinasi dalam Konteks Psikologis
Dalam kerangka psikologi kontemporer, distinsi antara ilusi dan imajinasi menjadi krusial dalam memahami fungsi adaptif dari figurasi citra abstrak. Ilusi didefinisikan sebagai kondisi di mana interpretasi menjadi berlebihan hingga menciptakan distorsi yang dekonstruktif terhadap keseimbangan psikologis, sementara imajinasi merujuk pada interpretasi yang berfungsi produktif dalam maintenance keseimbangan dan kontrol psikis yang sehat.
Distinsi ini mengingatkan pada konsep Winnicott tentang "transitional space"—ruang antara realitas objektif dan subjektif yang memungkinkan subjek berfungsi secara adaptif (Winnicott, 1951). Imajinasi, dalam pengertian ini, adalah penggunaan ruang transisional secara konstruktif, sementara ilusi adalah ketika ruang tersebut menjadi overwhelming dan mengganggu fungsi ego. Framework evaluatif ini memberikan kriteria konkret yang bukan soal benar-salah ontologis, tetapi soal fungsionalitas dan keseimbangan psikologis.
Implikasi untuk Psikologi Kontemporer
Analisis terhadap figurasi dan konfigurasi citra abstrak dalam psikologi kontemporer mengungkap beberapa implikasi teoretis dan praktis yang signifikan. Pertama, pemahaman tentang kesadaran sebagai apparatus interpretatif yang aktif menantang paradigma positivistik tradisional yang memisahkan secara kaku antara subjek dan objek, realitas dan representasi. Kedua, konseptualisasi cinta, mimpi, dan pengalaman subjektif lainnya sebagai konstruksi interpretatif membuka ruang untuk pendekatan terapeutik yang lebih holistik dan kontekstual.
Ketiga, distinsi antara ilusi dan imajinasi memberikan framework diagnostik yang dapat diaplikasikan dalam praktik klinis untuk mengevaluasi kesehatan mental berdasarkan fungsionalitas psikologis daripada adherence terhadap norma objektif yang rigid. Hal ini sejalan dengan perkembangan psikologi humanistik dan eksistensial yang menekankan pentingnya makna dan autentisitas dalam pengalaman manusia.
Figurasi dan konfigurasi citra abstrak dalam psikologi kontemporer mengungkap kompleksitas proses konstruksi realitas melalui apparatus kesadaran yang interpretatif. Melalui analisis fenomenologis-eksistensial dan psikoanalitik, penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman subjektif seperti cinta dan mimpi tidak dapat dipahami sebagai representasi pasif dari realitas objektif, melainkan sebagai konstruksi aktif yang diciptakan melalui proses interpretasi yang kompleks.
Pemahaman ini memiliki implikasi penting bagi pengembangan teori dan praktik psikologi kontemporer, terutama dalam hal pengembangan pendekatan terapeutik yang lebih sensitif terhadap dimensi interpretatif dan konstruktif dari pengalaman manusia. Distinsi antara ilusi dan imajinasi sebagai kriteria evaluatif fungsional menawarkan alternative terhadap paradigma patologis tradisional yang sering kali mengabaikan kompleksitas dan kreativitas inheren dalam proses konstruksi makna subjektif.
Referensi
Deleuze, G. (1968). Différence et répétition. Paris: Presses Universitaires de France.
Deleuze, G., & Guattari, F. (1980). Mille plateaux: Capitalisme et schizophrénie 2. Paris: Les Éditions de Minuit.
Foucault, M. (1975). Surveiller et punir: Naissance de la prison. Paris: Gallimard.
Freud, S. (1900). Die Traumdeutung. Leipzig: Franz Deuticke.
Lacan, J. (1966). Écrits. Paris: Éditions du Seuil.
Sartre, J.-P. (1943). L'Être et le néant: Essai d'ontologie phénoménologique. Paris: Gallimard.
Winnicott, D. W. (1951). Transitional objects and transitional phenomena. International Journal of Psychoanalysis, 32, 89-97.

Penulis Indonesiana
2 Pengikut

Parau
Senin, 1 September 2025 14:51 WIB
Mahmudat Ikhwanat Dipanggil Hamidah, Sebuah Anekdot Linguistik
Senin, 1 September 2025 14:50 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler